skip to main | skip to sidebar

Minggu, 11 September 2011

Buka Puasa dibawah Antena

Lazimnya, orang-orang berbuka puasa bersama keluarga tercinta dibawah naungan atap dan dibawah sinar lampu yang bercahaya. Namun, cerita yang satu ini agak berbeda. Saya yang kebetulan terlahir sebagai seorang anak sulung dalam keluarga yang mempunyai 3 adik kecil harus melewatkan waktu berbuka bersama keluarga. Cerita ini bermula ketika antena TV di rumah saya jatuh yang menyebabkan siaran TV di rumah menjadi kacau. Adik saya yang masih kecil-kecil yang juga hobi menyaksikan siaran TV sangat merasa terganggu dengan ketidaknyamanan ini dan mengadukan hal tersebut kepada ayah saya. Sampai pada akhirnya saya diutus untuk memperbaiki posisi antena yang terletak di atap rumah saya.

Kejadian tersebut terjadi pada hari ke 28 ramadhan. Pada sore harinya, saya yang sedang tidak melakukan apa-apa ditugaskan untuk segera memperbaiki posisi antena yang jatuh. Selepas sholat ashar, naiklah saya ke atap rumah dengan tangga pinjaman dari tetangga sebelah. Saya tidak sendirian, sepupu saya yang kebetulan berdomisili disebelah rumah saya turut membantu saya. Saya dan seorang sepupu laki-laki saya telah berada di atas atap dengan peralatan seadanya. Tang, paku, palu, dan kabel menjadi barang bawaan kami. Kegiatan dinas keluarga tersebut kumulai dengan memeriksa keadaan kabel jikasaja ada bagian kabel yang terputus. Hasilnya, kuningan kabel ternyata tidak tersambung lagi dengan baut antena. Karena kondisi kabel yang tidak memungkinkan lagi untuk dipakai, saya memutuskan untuk menggantinya dengan kabel yang baru saja dibeli.

Penggantian kabel tidak memakan waktu yang lama. Mungkin sekitar 15 menit, kabel tersebut sudah terpasang dan terkait kokoh dengan antena yang jatuh. Saya mencoba mencari penyebab jatuhnya antena tersebut, dan akhirnya, sampailah saya pada sebuah dugaan bahwa antena tersebut jatuh akibat gesekan benang layangan. Dasarnya, karena banyak lilitan benang layangan diujung kabel, mungkin benang ini yang menyebabkan kabel putus sampai menjatuhkan antena, karena dari awal ramadhan hingga hari ke-28, tidak pernah terjadi angin kencang atau hujan deras.

Setelah kabel terpasang, kuturunkan balok kayu yang menajdi tiang antena. Sepupu saya yang belum mengerjakan apa-apa kemudian turut membantu saya yang terlihat sedikit kesulitan menurunkan balok kayu tersebut. Setelah balok kayu diturunkan dengan sedikit perjuangan panjang, kulekatkan antena dengan mur dan baut diujung balok, kemudian kembali mendirikannya seperti posisi semula. Kesulitan terparahnya adalah, memaku tiang tersebut di tembok beton yang menjadi pondasi tiang antena. Bagian ini memakan waktu yang cukup lama, hingga akhirnya adzan maghribpun berbunyi.

Ayah yang berada dibawah kemudian menghubungiku lewat handphone dan menawarkan menu makanan berbuka puasa. Tak lama kemudian, es pisang hijau yang menjadi menu utama naik mengunjungiku di ujung tangga tempatku naik sebelumnya, terletak didalam rantang didalam bungkusan plastik. Entah siapa yang membawanya, mungkin ayahku, atau orang suruhannya. Yang jelas, saya dan sepupuku tidak melihat orang yang membawanya karena kesibukanku memperbaiki antena demi menyenangkan ketiga adikku yang hobi menyaksikan siaran TV.

Tanpa berfikir panjang lagi, sepupuku yang sudah merasa lapar kemudian bergegas mengambil bungkusan tersebut. Singkat cerita, makanlah kami berdua dbibawah tiang antena yang hanya disandarkan di tembok tetangga yang rumahnya lebih tinggi dibanding rumahku. Sungguh merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Ternyata, lumayan menyenangkan juga berbuka puasa dibawah sinar mega yang mulai meredup. Seandainya ada keran air di atap rumah, pasti kusegerakan mengambil air wudhu dan kemudian melaksanakan sholat mahrib ditempat itu.




0 komentar:

Posting Komentar

 

makassarism Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger